(Momenriau.com Kepri). Nukila Evanty, pada hari Rabu (20/12-2023) sebagai Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA), kepada media ini menyatakan keheranannya dengan sikap pemerintah baik pusat maupun daerah, yang terkesan kurang mempunyai rasa "simpati dan empati terhadap keresahan dan kebutuhan masyarakat Adat Rempang termasuk hak-hak masyarakat Adat Rempang di Propinsi Kepulauan Riau".
Menurut catatan kami, Nukila adalah seorang lulusan hukum terbaik diberbagai Fakultas Hukum (FH) serta berbagai Perguruan Tinggi dalam dan luar negeri. Nukila pernah menjadi mahasiswa hukum teladan di FH UNDIP, belum lagi jejak prestasi Nukila di FH di Australia dan Belanda dengan menerima beragam penghargaan karena prestasi akademik dan karirnya dalam bidang hukum dan sekaligus pejuang hak-hak Indigenous Peoples (masyarakat adat) dan diketahui bahwa Nukila adalah bagian dari masyarakat adat Kabupaten Rokan Hilir, Propinsi Riau.
Lebih lanjut Nukila mengaku kaget mendapatkan salinan Peraturan Presiden (Perpres) No 78 tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden (Perpres ) No 62 tahun 2018 tentang "Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan" dalam rangka penyediaan tanah untuk "Pembangunan Nasional", sosialisasi Perpres tersebut telah diselenggarakan beberapa waktu lalu, tepatnya hari Senin, 18 Desember 2023 disalah satu hotel di Batam.
Nukila mempertanyakan, "apakah dalam sosialiasi Perpres tersebut sudah cukup dihadiri oleh perwakilan Masyarakat Adat Rempang?".
Menurut Nukila, "Perpres (Peraturan Presiden-red) dimaksud, syarat kepentingan dan terkesan dipaksakan, apalagi niat menjadikan Eco City Project tersebut, sudah pernah ditolak, kalau terus dipaksakan dapat melanggar Hak Asasi masyarakat Adat Rempang. Cara-cara yang dilakukan terkesan sistematis, mulai dari pembuatan kebijakan sampai bisa lho nanti memaksa masyarakat terusir dari wilayah adat, tempat mereka lahir, kampung nenek moyang mereka".
Kalau kita analisa terutama Pasal 3 Perpres No 78 tahun 2023 menyebutkan ; "Pemerintah melakukan penanganan dampak sosial kemasyarakatan kepada masyarakat yang menguasai tanah yang digunakan untuk pembangunan nasional".
Kemudian pasal 2 berbunyi ; "tanah tersebut merupakan tanah negara dalam pengelolaan pemerintah dan tanah yang dimiliki oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.
Oleh karena itu, rasanya tidak sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria atau UU PA (UU Nomor 5 Tahun 1960) yang mengakui tanah Ulayat atau Tanah Adat.
Bila dilihat pada pasal 5 Perpres No 78 tahun 2023 berbunyi ; "Penguasaan Tanah oleh masyarakat harus memenuhi persyaratan yaitu telah menguasai dan memanfaatkan tanah secara fisik paling singkat 10 tahun secara terus menerus, serta menguasai dan memanfaatkan tanah dengan itikad baik secara terbuka serta tidak diganggu gugat, diakui dan dibenarkan oleh pemilik hak atas tanah dan atau lurah kepala desa setempat".
Kenapa Perpres, tentang bunyi pasal-pasalnya terkesan menjadi domain pemerintah semua yang memutuskan ya ?, Lurah dan Kepala Desa kan bagian dari aparatur pemerintah, sehingga dimana posisi masyarakat Adat Rempang?.
Menurut Nukila, "Perpres No 78 Tahun 2023 dalam salah satu pasal memberikan kekuasaan besar kepada Gubernur untuk menetapkan jangka waktu penguasaan dan pemanfaatan tanah secara fisik setelah dilakukan rapat koordinasi dengan wakil wakil pemerintah".
Perpres terkesan dipaksakan dan tidak partisipatoris dan memusatkan pada pemerintah saja keputusannya, lalu dimana partisipasi masyarakat ?
Terus, dalam Perpres, ada pasal 6 yang "dipaksakan" yang berbunyi : "Masyarakat yang memenuhi kriteria atau persyaratan diberikan santunan berupa uang atau pemukiman kembali".
"Bapak-bapak dan Ibu -Ibu perancang peraturan perundang-undangan yang terhormat, apakah urusan dampak sosial ini bisa sekedar diselesaikan dengan di bayar dalam bentuk santunan atau uang saja ?, kalau benar demikian, saya khawatir pemerintah kurang memahami apa saja hak -hak masyarakat Adat di Rempang", ujar Nukila.
Menurut Nukila, solusi ekonomi dalam bentuk santunan dan uang, itu bukanlah segala-galanya, karena masalah tanah ini sudah menyangkut hubungan yang terbangun terpatri, tak terpisahkan antara masyarakat Adat Rempang dengan Tanah Adatnya, lingkungan hidupnya, sejarah mereka, ruang aman mereka, budaya mereka, kebebasan atau freedom mereka.
Negara kita ini adalah Negara Hukum, dalam UUD 1945 pasal 18 B mengakui keberadaan masyarakat hukum adat termasuk hak-hak kolektif mereka, keberadaan mereka. Masyarakat Adat Rempang, sudah sejak dulu selalu hidup nyaman dengan kehidupan mereka, jangan dipaksa-paksa lah", tutup Nukila.
Sumber ; Inisiasi Masyarakat Adat (IMA).
Editor ; Edysam.